2009-02-18

Sekilas-HISTORY ALWAHHABIYYAH


Mazhab 'al-wahabiyah' ini didirikan Muhammad bin `Abdul Wahhâb dari keluarga klan Tamîm yang menganut mazhab Hanbali. Ia lahir di desa Huraimilah, Najd, yang kini bagian dari Saudi Arabia, tahun 1111 H [1700 M] Masehi dan meninggal di Dar'iyyah. tahun 1206 H [1792 M.]. Ia sangat terpengaruh oleh tulisan-tulisan seorang ulama besar bermazhab Hanbali bernama Ibnu Taimiyah yang hidup di abad ke 4 M.. Untuk menimba ilmu, ia juga mengembara dan belajar di Makkah, Madinah, Baghdad dan Bashra [Irak], Damaskus {Syria], Iran, termasuk kota Qum, Afghanistan dan India. Di Baghdad ia mengawini seorang wanita kaya. Ia mengajar di Bashra selama 4 tahun

Ketika pulang ke kampung halamannya ia menulis bukunya yang kemudian menjadi rujukan kaum pengikutnya, Kitâbut'Tauhîd . Para pengikutnya menamakan diri kaum Al-Muwahhidûn (para pengesa Tuhan). Ia kemudian pindah ke `Uyaynah. Dalam khotbah-khotbah Jumat di `Uyaynah, ia terang-terangan mengafirkan semua kaum Muslimin yang dianggapnya melakukan bid'ah [inovasi], dan mengajak kaum Muslimin agar kembali menjalankan agama seperti di zaman Nabi. Di kota ini ia mulai menggagas dan meletakkan teologi ultra-puritannya. Ia mengutuk berbagai tradisi dan akidah kaum Muslimin, menolak berbagai tafsir Al-Qur'ân yang dianggapnya mengandung bid'ah atau inovasi. Mula-mula ia menyerang mazhab Syiah, lalu kaum sufi, kemudian ia mulai menyerang kaum Sunni.

Tatkala masyarakat mulai merasa seperti duduk di atas bara, ia diusir penguasa [amîr] setempat pada tahun 1774.Ia lalu pindah ke Al-Dar'iyyah, sebuah oase ibu kota keamiran Muhammad bin Sa'ûd, masih di Najd Tahun 1744 Muhammad bin Su'ûd, amir setempat dan Muhammad bin `Abdul Wahhâb saling membaiat untuk mendirikan negara teokratik dan mazhabnya dinyatakan mazhab resmi Ibnu Su'ûd sebagai amîr dan Muhammad bin `Abdul Wahhâb jadi qadhi. Ibnu Su'ûd mengawini salah seorang putri Muhammad bin `Abdul Wahhâb.

Penaklukan dan pembantaian pun dilakukan, terutama terhadap kabilah-kabilah dan kelompok yang menolak mazhab mereka, hingga terbentuklah sebuah emirat lalu diubah menjadi monarki dengan nama keluarga, Saudi Arabia, sejak tahun 1932 sampai sekarang.

Pada bulan April tahun 1801, mereka membantai kaum Syî'ah di Karbalâ'. Seorang penulis Wahhâbi menulis: `Pengikut Ibnu Su'ûd mengepung dan kemudian menyerbu kota itu. Mereka membunuh hampir semua orang yang ada di pasar dan rumah-rumah. Harta rampasan [ghanîmah] tak terhitung Mereka hanya datang pagi dan pergi tengah hari, mengambil semua milik mereka. Hampir dua ribu orang dibunuh di Karbalâ'

Muhammad Finati, seorang mualaf Italia yang ikut dalam pasukan Khalifah `Utsmaniyyah yang mengalahkan kaum Wahhâbi menulis : `Sebagian dari kami yang jatuh hidup-hidup ke tangan musuh yang kejam dan fanatik itu, .dipotong-potong kaki dan tangan mereka secara semena-mena dan dibiarkan dalam keadaan demikian. Sebagian dari mereka, aku saksikan sendiri dengan mata kepala tatkala kami sedang mundur. Mereka yang teraniaya ini hanya memohon agar kami berbelas kasih untuk segera mengakhiri hidup mereka.'

Kabilah-kabilah yang tidak mau mengikuti mazhab mereka dianggap kafir `yang halal darahnya'. Dengan demikian mereka tidak dinamakan perampok dan kriminal lagi, tapi kaum `mujâhid' yang secara teologis dibenarkan membunuh kaum `kafir' termasuk wanita dan anak-anak, merampok harta dan memperkosa istri dan putri-putri mereka yang dianggap sah sebagai ghanîmah. Hanya sedikit yang dapat melarikan diri.

Setelah lebih dari 100 tahun kemudian, kekejaman itu masih juga dilakukan. Tatkala memasuki kota Thâ'if tahun 1924, mereka menjarahnya selama tiga hari. Para qadi dan ulama diseret dari rumah-rumah mereka, kemudian dibantai dan ratusan yang lain dibunuh

Kerajaan Inggris membantu Wahhâbisme dengan uang, senjata dan keterampilan, sehingga kekuasaan Ibnu Su'ûd menyebar ke seluruh Jazirah Arab yang pada masa itu berada dalam kekhalifahan `Utsmaniyyah dengan tujuan melemahkan khilafah itu. Orang bisa membacanya dalam buku Hempher, `Confession of a British Spy'. Tahun 1800 seluruh Jazirah Arab telah dikuasai dan keamiran berubah menjadi kerajaan Saudi Arabia

Umumnya kaum intelektual dan ulama Sunnî – penganut 4 mazhab `resmi' Hanafi, Syafi'i, Maliki dan Hanbali– menganggap kaum Wahhabi, termasuk pendirinya, sebagai orang-orang yang berpikir sangat linier, literer sambil menolak metafoar [majâz], sangat denotatif dalam memahami ayat-ayat Al-Qur'ân maupun hadis. Mereka menganggap mazhab selain sebagai sesat dan menyesatkan dengan berpatokan pada hadis: `Kullu bid'ah dhalâlah wa kullu dhalâlah fî n-nâr', 'semua inovasi itu sesat dan semua yang sesat itu masuk neraka.' Kata 'bid'ah' yang mereka tuduhkan hanyalah euphemism, kata pelembut, untuk `kafir', dan menganggap berziarah ke kubur termasuk kubur Nabi, tawassul, baca qunût, talqîn. tahlîl, istighâtsah berzikir berjamaah, membaca burdah yang berupa puji-pujian pada Nabi yang biasa dilakukan kaum Muslimin adalah sebagai bid'ah, dan pelakunya akan masuk neraka, alias kafir.

Oleh karena itu, tempat-tempat bersejarah Islam seperti rumah tempat lahir Nabi, rumah Ummul Mu'minîn Khadîjah, tempat tinggal Nabi dihancurkan. Kalau tidak diprotes kaum Muslimin sedunia, kuburan Nabi pun sudah diratakan dengan tanah.

Di Indonesia, misalnya, kaum Nahdhiyyîn `kebingungan', karena kaum Wahhabi 'membajak' atribut Ahlussunnah Waljamaah, padahal istilah ini yang biasa dipakai oleh penganut keempat mazhab Sunnah, mazhab Syafi'i, Hanbali, Hanafi dan Maliki. Akhir-akhir ini mereka ikut-ikutan memakai jubah dan serban seperti kaum Nahdhiyyîn. Entah bertaqiyah atau bertawriyah, kadang kala gerombolan 'mazhab horor' ini juga ikut-ikutan menghadiri acara zikir, sebagaimana dilakukan Jakfar Talib yang beraliansi dengan Ilham Arifin atau Abubakar Baasyir yang memperagakan busana 'habib'.

Belakangan ini kita sering mendengar berita tentang eskalasi kekerasan di Saudi Arabia, termasuk penghancuran pipa minyak, yang dilakukan oleh kaum fundamentalis wahhabi, yang disebut-sebut sebagai tempat kelahiran Al-Qaeda.

Bidan yang melahirkan wahabisme adalah kekuatan Imperialis Inggris, dan kini menjadi 'kartu as' pemerintahan biadab AS untuk menciptakan perpecahan dalam tubuh umat Islam. Nampaknya, skenario keji ini mulai menunjukkan hasil yang menggembirkan bagi AS dan kekuatan anti Islam ketika isu-isu tentang ancaman perang saudara di Irak menjadi headline seluruh media Barat yang diikuti secara 'latah' oleh media-media Indonesia.[]

[disarikan oleh M Labib dari presentasi Dr. O. Hashem]

---------------------------------------------------
Daftar Pustaka
[1] `Utsmân bin Bisyr, Unwân al-Majd fî Târîkh Najd , akkah, 1349, jilid 1, hlm 121-122]
[2] Mohammad Jawad Moghinyah, al-Wahhabiyah fi al-Mizan, hal. 217, Dar Al-Ta'aruf, Beirut]
[3] Ahmad Zaini Dahlan, Fitnah al-Wahhabiyah, 3, Helmi Isik Kitabevi, Istanbul, Turkey].



Ilmu merupakan harta abstrak titipan Allah Subhanahu wata'ala kepada seluruh manusia yang akan bertambah bila terus diamalkan, salah satu pengamalannya adalah dengan membagi-bagikan ilmu itu kepada yang membutuhkan.
Janganlah sombong dengan ilmu yang sedikit, karena jika Allah Subhanahu wata'ala berkehendak ilmu itu akan sirna dalam sekejap, beritahulah orang yang tidak tahu, tunjukilah orang yang minta petunjuk, amalkanlah ilmu itu sebatas yang engkau mampu.


0 comment: