2009-02-20

khusnul khotimah


Semua orang pasti suatu saat akan mati, entah bagaimana caranya atau seperti apa matinya. Dan setiap orang pasti akan merasakan kematian, walaupun arti “merasakan” itu tidak sama dengan yang dipersepsi oleh orang yang hidup. Kematian adalah salah satu bagian dari kehidupan yang pasti dijalani, sama seperti kelahiran. Bedanya adalah yang pertama menandai akhir dari suatu kehidupan sedangkan yang terakhir menandai awal dari suatu kehidupan. Kelahiran dan kematian bisa diandaikan seperti ujung dari seutas tali yang bernama kehidupan, berbeda titik tetapi terentang sepanjang usia. Dan di tengahnya itulah kehidupan yang ada dan berada.

Kematian adalah suatu misteri. Banyak yang tidak tahu seperti apa dunia sesudah kematian. Tapi banyak juga yang percaya bahwa ada “kehidupan lain”setelah kematian. Banyak juga yang percaya bahwa kematian adalah akhir dari segalanya dan akhir dari eksistensi seseorang, dan setelah itu yang ada adalah ketiadaan. Banyak juga yang percaya bahwa kematian adalah awal dari suatu kehidupan baru dalam suatu bentuk siklus. Apapun kepercayaan yang dianut, tak ada seorang pun yang tahu seperti apa situasi dan kondisi sesudah kematian. Banyak yang mengandaikannya sebagai suatu kondisi “ketiadaan”, bahwa sebuah kematian adalah awal dari suatu ketiadaan, bertentangan dengan kelahiran yang dianggap sebagai awal dari suatu ketiadaan. Materialistik ? Memang benar, tetapi setidaknya itu yang sampai saat ini kita ketahui dengan “common sense” kita sebagai manusia. Dan sisanya adalah kepercayaan.

Bagi orang-orang tertentu, kematian haruslah dihadapi dengan suatu persiapan agar bisa memasuki suatu dunia lain dengan damai. Kematian, bagi mereka, adalah suatu istirahat terakhir dalam damai. Itulah mungkin di batu nisan orang yang telah mati dituliskan “Rest in Peace”, disingkat RIP. Bahwa kematian adalah suatu peristirahatan menuju kedamaian. Damai adalah kelanjutan dan padanan dari mati, karena kematian akan menuju kedamaian. Dan kedamaian adalah dambaan setiap orang, yang jika tidak ditemukan di dunia orang hidup, mungkin bisa ditemukan di “dunia” orang mati.
Orang yang telah mati juga dikatakan “telah meninggal dengan tenang”. Tentunya semua berkeyakinan, walaupun kadang tidak tahu karena bersifat sangat subyektif, bahwa orang yang akan mati “pasti” akan mati dengan tenang. Tidak pernah dikatakan “telah meninggal dengan terburu-buru” atau “telah meninggal dengan marah”, karena ketenangan adalah wajah suatu kematian. Dan walaupun orang yang mati telah mati dengan cara yang dan kondisi yang “tidak tenang”, tentunya mereka yang belum mati mengatakan hal yang lain : telah meninggal dengan tenang. Mungkin ada yang ditakutkan. Mungkin juga tidak siap untuk mati, dan mungkin juga berhubungan dengan kepercayaan.
Tetapi, saya yakin walaupun keyakinan saya ini mungkin juga pengambilan kesimpulan relalu dini, bahwa semua orang ingin kematian bisa dijalani melalui cara yang indah. Beradab dan bukan biadab, “terencana” dan bukan “di luar rencana”. Tentunya bagi orang yang akan mati, cara untuk mati itu sangat penting. Sekali lagi, agar dia bisa menghadapinya dengan tenang. Bagi orang lain juga penting. Tetapi yang ini punya banyak alasan. Ada dengan alasan emosi, keluarga, dan bahkan dengan alasan hak asasi manusia. Tetapi saya yakin, sekali lagi dengan penarikan kesimpulan dini yang sama, bahwa setiap orang didunia ini pasti ingin mati dengan indah, terhormat dan beradab. Caranya bisa berbeda-beda tiap orang. Juga kategori mati dengan cara yang tidak indah, tidak terhormat dan tidak beradab.
Lalu apakah yang terjadi jika kematian tidak terjadi dengan cara yang indah, terhormat, dan beradab ? Sebetulnya tidak terjadi apa-apa. Tetapi bagi orang yang lain, kematian model demikian akan meninggalkan masalah. Masalah bagi perasaan, terutama. Seperti ada sesuatu yang mengganjal. Dan pertanyaannya biasanya : mengapa harus seperti ini ?
Tetapi itulah yang terjadi. Setiap orang bisa merencanakan setiap detail dalam kehidupannya. Mungkin karena dia jagoan dalam hal perencanaan atau jagoan meramal. Tetapi orang tidak akan pernah bisa merencanakan dan meramal kapan dia akan mati dan seperti apa kematian yang harus dilakoninya itu. Semua serba misteri, sama dengan misteri sesudah mati.
Dan kematian, dalam kepercayaan sebagian orang, adalah awal dari suatu kehidupan. Kehidupan setelah mati yang diyakini akan damai dan penuh dengan ketenangan. Seperti suatu kutipan kalimat yang saya sudah lupa didapatkan dari mana, tetapi berbunyi :
when life ends, the mistery of life begins
Logiskah hal itu ? Tentu saja tidak. Tetapi bukan logika yang dipakai disitu, tetapi hal yang lain. Apakah itu ? Banyak istilahnya, hati, perasaan, emosi, batin, jiwa, dan hal-hal lain diluar penalaran manusia dalam dikotomi logis-tidak logis. Logis-tidak logia itu urusan lain, tetapi untuk cara kematian, saya yakin dengan pengambilan kesimpulan dini yang sama, bahwa semua orang akan memilih cara mati yang indah, terhormat, dan beradab. Tidak perlu pakai logika-nirlogika disitu.

Friday, January 9, 2009

WAHAI DAIE

Pohonan daie. Lagak bunyinya agak janggal. Bukanlah satu rekaan dengan tujuan ingin menyesatkan. Hanya luahan perasaan dan sedikit perkongsian dari hati ini ingin melihat kembali hati-hati insan lain kian mekar.
Pohonan daie. Persis seorang daie itu lagaknya seperti satu pohon. Dengan gelagat dan karakteristik umpama pohon, maka akan tumbuhlah hati-hati yang akan sentiasa gusar dan memikirkan keadaan makhluk yang lain. Lihatlah persekitaranmu, pohonan yang tegak menghiasi hijau-hijau isi bumi tidak pernah langsung apatah lagi sedikit menyakiti makhluk2 lain. Pohon tetap tegak, tetap utuh berdiri sentiasa berbakti pada makhluk duniawi. Udara segar sentiasa diberi tanpa diharap akan balasan. Bukan setakat itu, segala-galanya dikorbankan. Namun, adakah insani berfikir?
Pohon.. walau sering disakiti, namun tiada dendam yang menghantui dirinya. Walau dizalimi dengan dahsyat oleh perosak alam ini, rata-ratanya dari bangsa manusiawi, tapi tidak secebis malah tiada pernah terdetik untuk berasa marah. Tetap menjalankan arahan yang diamanahkan. Tiada persoalan pernah diutarakan. Tetap pada perintah Yang Maha Perkasa.
Pengorbanan yang dicurahkan memang tidak terkira. Udara yang tiada kelihatan oleh deria namun tiada gantinya dengan kewujudan material lain. Analogi dhuat kontemprari yang ingin menghidupkan kembali jiwa-jiwa yang sebenarnya telah mati. Tiadanya udara segar yang ingin membangkitkan kembali semangat, rasa izzah kepada islam. Udara yang kotor pekat yang telah mencemarkan kondisi hati sering memberi masalah kepada ”pohon-pohon” yang cekal ini. Mereka walau terpaksa sama-sama menanggung beban dan juga toksik-toksik yang memang berbahaya pada diri, tetap mereka tabah dan sentiasa bersemangat. Demi amanah dari Allah dan juga amanat dari junjungan untuk memartabatkan islam ke seluruh alam. Walau dituduh membawa padah, namun ”pohon-pohon” inilah yang membawa rahmat.
Dedaunan, buah-buahan, batang-batang kayuan, ranting malah hingga ke akar semuanya memberi keperluan yang secukupnya kepada semua. Semua nikmat yang dicurahkan hasil dari usaha untuk membekalkan udara segar. Kerana gigih usaha untuk sentiasa berfikir demi makhluk lain. Walau bertemu hujan panas, ribut taufan, pohon tetap utuh. Ada juga yang tumbang, mungkin gara-gara kurangnya persiapan. Nasihat buat kita agar sentiasa bersiap siaga. Hari esok mungkin kita yang tercicir dari jalan ini. Na’uzubillahu min zalik. Kerana bersungguh-sungguh, maka makmur alam ini mendapat segala nikmat dari pokok. Kurnia Allah buat semua.

Fi’il pohon tidak termaktub setakat itu. Sikap sabar yang tersemai tidak pernah lari dari kosa kata hidup sebatang pohon. Walau diperlaku dengan pelbagai cara, namun memang kerana faham akan mehnah tribulasi yang menduga, tiada keluhan yang didengari. Hanya kelihatan sekali-sekala pohon bergoyang-goyang mungkin ditiup angin. Tapi tiada yang menyebabkan masalah buat yang lain.

Firman Allah:
"Dan kebun-kebun tanaman serta pohon-pohon tamar (kurma) yang buah mayangnya halus lembut?”(Surah Asy Syu’ara, ayat 148)(QS 26:148)

Tidak kurang juga perasaaan kasihan pada makhluk-makhluk lain. Sanggup pohon berkorban untuk kebajikan makhluk-makhluk lain. Walau dibaling batu, buah yang diberi pada makhluk-makhluk. Walau ditoreh, titisan-titisan berharga untuk kegunaan insan dikeluarkan. Walau dikerat dan ditebang, kayu-kayu menjadi bahan berharga untuk menjana tamadun bersifat material, memudahkan manusia untuk melakukan pelbagai aktiviti hari demi hari. Tanpa sifat sabar dan kasihan, pasti pohon-pohon tidak akan berusaha untuk mencurahkan hasil-hasil cicipannya. Benarlah firman Allah:
Allah yang menerangi langit dan bumi. bandingan nur hidayah petunjuk Allah (Kitab suci Al-Quran) adalah sebagai sebuah "misykaat" yang berisi sebuah lampu; lampu itu dalam geluk kaca (qandil), geluk kaca itu pula (jernih terang) laksana bintang Yang bersinar cemerlang; lampu itu dinyalakan dengan minyak dari pokok yang banyak manfaatnya, (Iaitu) pokok zaitun yang bukan sahaja disinari matahari semasa naiknya dan bukan sahaja semasa turunnya (tetapi ia sentiasa terdedah kepada matahari); hampir-hampir minyaknya itu - Dengan sendirinya - memancarkan cahaya bersinar (kerana jernihnya) Walaupun ia tidak disentuh api; (sinaran nur hidayah yang demikian bandingannya adalah sinaran yang berganda-ganda): cahaya berlapis cahaya. Allah memimpin sesiapa yang dikehendakiNya (menurut undang-undang dan peraturanNya) kepada nur hidayahNya itu; dan Allah mengemukakan berbagai-bagai misal perbandingan untuk umat manusia; dan Allah Maha mengetahui akan tiap-tiap sesuatu. (Surah An Nur, ayat 35) (QS 24:35)

Dan (Kami juga menumbuhkan untuk kamu) pokok yang asal tumbuhnya di kawasan Gunung Tursina, Yang mengeluarkan minyak dan lauk bagi orang-orang yang makan. (Surah Al Mu’minun, ayat 20) (QS 23:20)

Bahkan siapakah yang telah mencipta langit dan bumi, dan menurunkan hujan dari langit untuk kamu? lalu Kami tumbuhkan dengan air hujan itu tanaman kebun-kebun (yang menghijau subur) dengan indahnya, Yang kamu tidak dapat dan tidak berkuasa menumbuhkan pohon-pohonnya. Adakah sebarang Tuhan yang lain bersama-sama Allah? (Tidak!) bahkan mereka (yang musyrik itu) adalah kaum yang menyeleweng dari kebenaran (tauhid). (Surah An Naml, ayat 60) (QS 27:60)
Perwatakan luaran pohon cukup untuk memberi ketenangan buat makhkuk-makhluk yang menghayati keindahannya. Segala hiruk pikuk dunia yang menggamit perasaan manusia dahulunya kerana kesibukan dunia, kini kembali bersih dari noda-noda dunia. Segala keresahan yang dahulunya dipalit oleh penyakit-penyakit duniawi hilang gundahnya pabila melihat keindahan pohon-pohon. Memang jiwa manusia sering merinitih ingin kembali kepada fitrah. Setelah lelah diri disibuki oleh liku-liku dunia, kembali pada keindahan alam menjadi suatu yang dinanti. Melihat keindahan ciptaan Rabb Yang Maha Agung, hati kita terpanggil untuk memuji dan menghayati dengan asyik ciptaan yang menenangkan. Pohonan yang menghiasi menjadi pengubat duka lara dan resah lelah hari-hari kita yang sibuk dengan dunia.
Perumpamaan seorang daie cukup dengan hanya ceria dan riak wajahnya mampu menawan hati-hati dan jiwa manusia. Satu tarikan anugerah Allah di mana dhuat yang ikhlas dan bersungguh-sungguh dalam usahanya menark manusia kembali pada Allah memang mempunyai tarikan tersendiri. Kita sendiri mungkin pernah merasai dan melaluinya. Rijal-rijal yang pautan hatinya tidak melainkan kerana Allah memiliki wajah yang berseri dan ramai jiwa-jiwa tertarik hanya dengan perwatakan luarannya. Dengan qudwah matinul khuluq, mereka menarik insan-insan mendekati mereka.
Wahai dhuat, jadilah persis sebatang pohon, walau apapun yang menimpa, tetap berpegang teguh dan tetap membalas dengan baik. Jangan diikut perasaan hati, bersabarlah dan kasihanilah saudara-saudaramu yang masih lalai dan leka. Ingatlah firman Allah:
Dan tidaklah sama (kesannya dan hukumNya) perbuatan yang baik dan perbuatan yang jahat. Tolaklah (kejahatan yang ditujukan kepadamu) dengan cara yang lebih baik; apabila engkau berlaku demikian maka orang yang menaruh rasa permusuhan terhadapmu, Dengan serta merta akan menjadi seolah-olah seorang sahabat karib. (Surah Fussilat, ayat 34)(QS 41:34)

0 comment: